Rabu, 26 Mei 2010

KETEMU ROSULULLOH

DITEMUI ROSULULLOH SAAT BERHAJI
“Cinta dan Rindu Rosul”

Pernah ku dengar dari seorang Ustad sebuah kisah yang menakjubkan sebagai buah dari cinta dan rindunya ingin ketemu dengan yang di kasihi, dirindukan dan diharapkan syafaatnyta di hari akhir nanti. Maka kesempatan ini ijinkan saya menulis cerita itu kembali agar bisa dibaca, dicermati dan diteladani oleh sahabat-sahabat yang mungkin belum pernah mendengar atau bisa juga sebagai pengingat kembali bagi yang sudah pernah mendengarnya. Harapannya semoga kita semua bisa lebih mencintai Rosul dan mengikuti apa-apa yang pernah disampaikan Beliau sehingga kita juga berharap nanti dapat syafaatnya. Amin.
Allohumma Sholi’ala sayyidina Muhammad wa’ala aali sayyidina Muhammad.
Karena rindunya yang sangat dalam kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW seorang ibu mengajak suaminya untuk kembali berangkat ke Mekkah dan Madinah untuk berhajji dan ziaroh di makam Rosululloh. Dia bujuk suaminya agar kembali mau mengantarkan berhaji, terus di bujuknya tetapi sang suami dengan lembut menolak, dia lebih memilih uang yang dipakai untuk biaya berhaji akan diberikan kepada fakir miskin saja.
“Silahkan ibu berngkat sendiri, uang untuk biaya bapak berhaji akan saya berikan saja
kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan”, berkata si Bapak.
“Baiklah kalau Bapak memang berkehendak demikian , aku mohon ijin untuk berangkat sendiri karena saya sudah sangat rindu ingin berziarah di makam Rosululloh.”, Jawab si ibu.
Akhirnya si ibu berangkat sendiri dengan muhrim bukan suaminya. Dan tentu bersama jamaah haji rombongan seperti biasa yang dikelola oleh Pemerintah.
Perjalanan pesawat yang kurang lebih 11 jam dari Jakarta-Jeddah dirasakan lama sekali oleh si Ibu, ditambah kurang lebih 7 jam perjalanan dengan Bus dari Jeddah – Madinah sungguh melelahkan fisik siapapun. Tapi si Ibu seolah tidak merasa keletihan. Begitu tiba di Madinah, kurang lebih jam 2 malam tiba di Hotel tempat menginap semua rombongan dipersilahkan istirahat dan mempersiapak diri untuk besuk mulai melaksanakan Sholat Arba’in di Masjid Nabawi. Tetapi si Ibu ini dia justru mandi, membersihkan badan dan berganti pakaian terbagus yang dia bawa dan dia langsung berangkat menuju ke Masjid Nabawi dan ingin segera berziarah ke makam Rosululloh. Namun begitu sampai di depan Masjid beliau mendapati Pintu masjid masih belum dibuka sehinggan beliau menunggu di luar masjid bersama ratusan atau mungkin ribuan orang yang ingin ke Masjid Nabawai untuk berdzikir, bertahajud dan men-Ziarahi makam Rosululloh.
Tepat jam 3 pagi pintu masjid-pun dibuka, orang-orang pun berjejal pingin masuk ke masjid lebih dahulu agar bisa mendapatkan tempat yang diinginkan.
Si Ibu itupun bergegas masuk ke dalam masjid. Tetapi beliau mendapai suasana masjid berbeda dengan waktu beberapa tahun lalu beliau ke sana. Tidak dilihat gemerlapan lampu-lampu, tiang-tiang besar yang indah karpet tebal yang cantik dan sebagainya. Beliau melihat suasana dalam masjid seperti gambaran masjid pada jaman Nabi. Beliaupun segera melaksanakan sholat Tahiyyatul masjid dan terus bertahajud dengan sangat nikmat dirasakannya.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba di depan ia lihat seorang laki-laki yang putih, bersih, tampan dan berwibawa sedang memberikan tausyiah kepada orang-orang yang berada di masjid itu.
Si Ibu pun takjub memperhatikan dan mendengarkan tausyiahnya dan orang-orang yang ada di situ pun hening mengikutinya, Hingga Beliaupun bertanya kepada seseornag yang berada di dekatnya.
” Siapak beliau yang sedang memberikan taausyiah itu ?”
”Apakah anda belum tahu ? Jawab oranga itu
”Maaf saya belum mengenalnya ” Jawab si Ibu.
”Beliau adalah Rosululloh Muhammad SAW”, Jawab oranga itu.
Si Ibu pun meneruskan pertanyaannya, Lalu siapakah anda ?”
”Kami adalah sahabat-sahabat Rosululloh SAW”
Subhanalloh si ibu memuji Alloh dan terus mengikuti tausyiah dan tiba waktu subuh ternyata Rosululloh pun berkenan menjadi Imam dalam sholat subuh dan si ibu pun menjadi makmumnya. Subhanalloh !!
Si ibu pun merasakan ketenangan hati, sebuah kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah dirasakannya selama ini. Tidak ingin kehilangan perasaan itu, si ibu terus berdzikir dan bersholawat kepada nabi. Sampai kurang lebih jam 8 paagi saat pintu di buka untuk berziarah ke makam Rosululloh,. Orang-orang pun berbondong menuju kesana, Saat itu pula si ibu mendapati suasana Masjid dan makam Rosululloh seperti sekarang ini, masjid yang modern dengan gemerlap lampu dan ornamen-ornamen yang indah yang tidak akan pernah membosankan oranag-orang yang memandangnya dan selalu menumbuhkan keinginan untuk datan kembali.
”Beberapa saat lalu Rosululloh jadi Imam Sholat subuh, tapi kini yang kulihat makam Rosululloh” Guman si Ibu.
Alhamdulillah aku mendapat kesempatan mendengarkan Tausyiah Rosululloh dfan bahkan mendapat kesempatan menjadi Makmum beliau dalam solat subuh. Tak henti-hentinya Ibu itu pun bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan Alloh kepadanya.
Teringat syair lagu Bimbo Karangan Taufik Ismail ”Rindu Rosul” yang selalu membuat penyanyinya Iin Bimbo meneteskan arir matanya ketika menyanyikannya :

”Rindu kami padamu ya Rosul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya rosul
Seakan dikau di sini ”

Berabad-abad jarak waktu antara Si Ibu tadi dengan Rosul, tetapi karena cintanya, karena rindunya pada Rosullulloh maka Rosulpun berkenan menemuinya, menyambutnya dan menjadi imam dalam sholat SUBUH.
Wallohu a’lam.

Senin, 10 Mei 2010

1001 TELADAN SANG SUFI

SANG SUFI

Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.


Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?""Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil," jawab sang sufi yang tidak terkenal itu. "Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah."


Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, "Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?"


Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.


Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja."

DAHSYATNYA SEDEKAH

Dahsyatnya Sedekah
K.H. Abdullah Gymnastiar
________________________________________
Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah? Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah. Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.
Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.
Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.
Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.
Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.
Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).
Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."
"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah.
Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.
Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na’im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah. Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!
Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan, sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini.***

Jumat, 30 April 2010

Subhanalloh

Maha suci Alloh yang telah menciptakan kita, menjaga dan menjamin rezqi kita dari dalam kandungan hingga saat ini. Walau begitu kita sering melupakannya ......tapi Alloh tidak melupakan kita. Alloh tetap sayang kepada kita walau dosa-dosa selalu bertambah dari hari kehari dan kita tak pernah beristighfar lebih banyak dari yang dilakukan Rosululloh yang tidak punya dosa. Astaghfirullahal'adzim.